Jumat, 11 April 2008

Negeri Keluh Kesah

Hampir bisa dipastikan dalam setiap beberapa jam, bahkan setiap beberapa menit, baik berita dalam mass media maupun "getok tular", selalu saja akrab di telinga kita kata-kata keluh-kesah yang seperti tiada habis-habisnya. Dari mulai masalah pribadi, percintaan, ekonomi keluarga, pertikaian antar kampung, pertarungan politik, bencana alam, ketidak adilan para penguasa negara, ketidak mapanan, sakit yang tak kunjung sembuh, harapan yang lama tak tercapai, ketidakpuasan, dan lain sebagainya, merupakan tema pokok dalam setiap alasan untuk berkeluh-kesah. Jika bencana datang, banyak rakyat kecil yang berubah menjadi pengemis, perampok, penghujat, pemberang, dan provokator. Para elit penguasa juga banyak yang menyesuaikan diri dengan keadaan semacam ini, berlagak membantu ternyata menipu, memeras, menindas, baik dengan muka ramah maupun muka sangar. Dalam sejarah pemerintahan "kekhalifahan" masa pemerintahan khalifah ke-II Umar ibn al-Khatab, pernah terjadi suatu bencana besar yang melanda negeri Irak pada waktu itu, hampir bisa dipastikan seluruh wilayah mengalami kerusakan hebat. Banyak masyarakat yang mengharap kedatangan para penguasa untuk membantu mereka. Pada saat itu Umar sebagai pemimpin negara meninjau secara langsung wilayah Irak yang sedang terkena musibah gempa bumi. Saat didaulat untuk berbicara di depan rakyatnya, Umar tidak memberikan kata-kata yang menghibur sebagaimana layaknya para penguasa pada umumnya, namun Umar membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan yang sangat menyengat di hati para pendosa saat itu. "Dosa apakah yang pernah kalian lakukan, sehingga Allah menimpakan bencana besar seperti ini?" seketika masyarakat sadar dengan dirinya masing-masing, sehingga semangat untuk kembali kepada jalan yang lurus, dapat memusnahkan rasa dan keinginan untuk berkeluh-kesah. Mungkin semangat spiritual seperti inilah yang saat ini dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Jika kita melakukan kebaikan, maka manfaat akan kita rasakan sebagai pahala yang dihitung secara personal. Namun bila kita melakukan kesalahan, maka orang di sekitar kita yang tidak melakukan pun akan merasakan dampak dari perbuatan kita. Jadilah masyarakat yang kuat untuk tidak berkeluh-kesah setiap saat. Tidak selamanya bencana adalah bentuk kemarahan Tuhan terhadap manusia, karena Tuhan Maha Pengasih dan Maha Pemaaf. Introspeksi adalah satu-satunya cara agar kita dapat menyadari letak kesalahan kita, yang dapat menimbulkan berbagai bencana dan kesusahan.





Sabtu, 05 April 2008

Membangun Kembali Kosmik Peradaban Indonesia

Jika kita amati dalam berbagai kesempatan, di media ataupun di depan mata kita sehari-hari, banyak sekali perubahan yang sangat drastis terjadi di depan mata kita. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, setiap bulan, setiap tahun, selalu saja ada peristiwa ironis, paradoks, dan menyakitkan hati. Mungkin karena terlalu lama sakit hati dengan ulah dan perlakuan penjajah bangsa Eropa selama 350 tahun, kita terbiasa dengan keluh kesah, ndresulo, kecewa, patah harapan, dan akhirnya kita kehilangan daya jangkau untuk mampu melihat ke jauh depan. Menengok sejarah adalah penting dan berguna sebagai suatu cermin kehidupan yang dapat diambil sebagai pelajaran berharga, bukan sebagai alasan untuk tetap berkubang dalam lumpur kemiskinan, kebodohan, kemalasan, dan keluh kesah. Membangun peradaban bangsa bukan dengan sikap pesimistis dan tidak simpati pada bangsa sendiri, namun dengan cara bersikap optimis dalam arti tidak "terlalu pede yang menjerumuskan". Bangkitnya peradaban bangsa Indonesia harus melalui 3 pilar utama :
  1. Pembaharuan Mental; mental yang kuat adalah modal untuk dapat menjadi bangsa yang disegani dan bersaing di kancah internasional dengan kehormatan yang sejati. Mental suka mengeluh, suka mencaci-maki, suka mencari kambing hitam, suka mencuri, suka memeras, suka menipu dengan berbagai cara, suka merusak, suka merendahkan dan meremehkan, serta sikap yang tak peduli dan tak bertanggung jawab. Harus dihilangkan dari setiap diri anak bangsa terutama generasi muda. Melihat jauh ke-depan sangat bagus, namun jangan lupa selalu waspada, hati-hati, tidak grusa grusu, hargai dan hormati sesama terutama yang lebih tua,bukan dalam arti hormat mutlak, namun hormat sebagai generasi muda yang beradab. Serta jangan pernah melupakan sejarah apapun, manapun, atau siapapun.
  2. Pemerataan SDM; Jangan hanya berkutat di satu tempat, satu bidang, dan satu keinginan saja. Kemampuan manusia bisa berkembang. maka bekerja keraslah.
  3. Ekonomi yang Adil; jangan terbiasa jadi orang yang susah, baik dalam keadaan banyak harta maupun kurang harta, orang susah adalah orang yang tidak punya kepekaan hati nurani, kepekaan sosial, kepekaan lingkungan. mau menang sendiri, egois, dan merusak dalam berbagai cara, baik secara perilaku maupun secara mental.Jaringan Komunikatif antara kalangan atas dan kalangan akar rumput.

Masih banyak lagi yang belum disebutkan dalam tulisan ini, namun setidaknya dalam tiga pilar utama itu, kita harus bangkitkan peradaban bangsa yang indah, tangguh, dan dibutuhkan kemanfaatan positifnya oleh bangsa lain. Kita adalah bangsa yang beradab.